Jumat, 19 Juni 2020

Berpikir Positif agar Tetap Kreatif

SHARE



Balik lagi mengulas mengenai webinar yang kesempatan ini diselenggarakan oleh Kompasiana serta bekerjasama dengan Bank Indonesia (15/6). Dengan cara pribadi, saya ikut memerhatikan webinar ini hanya karena ingin ketahui bagaimana keterangan dengan cara detil oleh faksi BI berkaitan makroprudensial.

Mujur, awalnya saya sempat melihat content Kompasiana mengenai Bank Indonesia yang dikatakan oleh COO Kompasiana, Nurulloh di Youtube. Ini membuat saya punyai cukup bekal untuk memerhatikan materi yang semakin serius dari faksi Bank Indonesia.

Sebetulnya waktu acara belum dibuka, kanal Kompasiana yang menyiarkan webinar itu menyiarkan content yang dibawakan Mas Nurulloh. Hingga kemudian webinar sah dibuka oleh presenter, lalu dimoderatori oleh COO Kompasiana.

COO Kompasiana, Nurulloh jadi moderator webinar Kompasiana dengan Bank Indonesia. Gambar: Youtube/Kompasiana Narasumber pertama ialah Ita Rulina yang disebut Direktur Departemen Kebijaksanaan Makroprudensial Bank Indonesia. Bu Ita nampak benar-benar dapat sampaikan materi-materi yang sebetulnya cukup berat, ke beberapa contoh yang berkaitan dengan warga dengan cara enjoy.

Ini bisa disaksikan dari bagaimana beliau mengilustrasikan siklus ekonomi makro yang juga bisa berlangsung pada ibu-ibu rumah tangga yang pasti pangkalnya ialah pengelola ekonomi mikro. Sampai bagaimana efek dari kesibukan UMKM pada keadaan ekonomi dengan cara nasional.

Banyaknya materi yang dikatakan oleh Bu Ita, saya mendapatkan dua hal penting dalam hadapi keadaan ekonomi, terutamanya dengan cara faktual di seputar kita.

Pertama, saat sedang mempunyai peningkatan ekonomi, sebutlah saja barusan mendapatkan upah, karena itu jangan langsung memikir jika besok tentu seperti sekarang ini. Berarti, saat berpendapatan, termasuk juga mendapatkan peningkatan upah atau mendapatkan bonus, karena itu kita tetap harus mengatur daya konsumtif kita.

Ke-2, pada kondisi ekonomi nasional, kesemua orang berperanan besar dalam meningkatkan serta turunkan diagramnya. Ini nanti membuat kebijaksanaan di pucuk akan alami perkembangan untuk sesuaikan juga dengan yang sedang berlangsung.

Point ke-2 saya peroleh saat Bu Ita menjelaskan satu diagram yang memperlihatkan keadaan ekonomi nasional pada 2008, 2012, serta 2013. Disana saya pahami mengenai dinamika kebijaksanaan pada badan ekonomi nasional, rupanya dikuasai oleh kesibukan penduduknya.

Bila siklus ekonomi sedang tinggi, karena itu skema akan diperketat, supaya warga tidak jor-joran dalam melakukan aktivitas di bagian ekonomi. Sedang saat siklusnya sedang rendah, karena itu skema dilonggarkan, supaya warga tetap gerakkan roda ekonominya.
Salah satunya pemaparan pada materi dari Direktur Dep. Kebijaksanaan Bank Indonesia, Ita Rulina. Gambar: Youtube/Kompasiana Pasti ini ke arah juga ke point pertama yang dilandasi oleh pemaparan mengenai "boom" serta "bust". Saya sendiri mengaku jika saat barusan mendapatkan upah, pemikiran saya tentu ke arah daftar buku yang harus dibeli.

Pemikiran ini akan ada saat saya mendapatkan bonus atau kira saja ada penghasilan yang lain. Selanjutnya saya memikir jika, "ah esok saya masih dapat makan kok". Walau sebenarnya, saya tidak dapat meramalkan dengan cara pas, termasuk juga saat covid-19 benar-benar berada di Indonesia. Duh, siapa yang menduga?

Tetapi saat refleksi ini makin kuat, malah saya tidak demikian susah, sebab Bu Ita sampaikan jika covid-19 ini masih dapat ditemui. Salah satunya triknya dengan manfaatkan perkembangan peradaban.

Sekarang ini jelas kita semakin dekat dengan beberapa hal yang berbentuk digital, karena itu itu yang semestinya bisa dimaksimalkan. Memang selanjutnya saya cukup dilema untuk mengatakan, "untung covid-19 ini ada saat hape telah makin dekat di tangan kita".

Ini karena saya memikir jika masa digital bukan bermakna warga telah pintar dalam memakainya. Itu kenapa saat telah ada perubahan hidup ke serba digital, saya masih berasa terdapat beberapa warga yang kesusahan untuk menyesuaikan terutamanya saat diminta beralih adanya covid-19.

Ini tidak cuma berlaku di kelas bawah. Di kelas atas juga demikian. Ada banyak peraturan yang kewalahan dalam hadapi perubahan hidup dengan cara paksa ini, sebab kita memanglah belum dapat meramalkan dengan tepat.

Keadaan ini diperjelas dengan pembagian dari pengalaman narasumber yang lain, yakni Nycta Gina. Salah seorang profil publik bagian entertainer ini kenyataannya memberi contoh yang pas untuk hadapi keadaan saat epidemi.
Mbak Gina yang adalah dokter ini rupanya dapat disebutkan sukses untuk seorang pelaku bisnis walau merasai efek dari covid-19. Ada tiga evaluasi yang bisa diambil dari apakah yang dikatakan oleh Mbak Gina.

Pertama, kita harus cari prioritas. Rupanya waktu epidemi, kesejahteraan ialah target utama. Kita harus terjaga untuk dapat makan serta penuhi keperluan yang lain.

Bila tidak, pasti omong kosong bila diwajibkan untuk dapat keep fight dengan corona. Lha wong belum makan kok dibawa perang?

Ke-2, dapat memikir positif. Berarti, waktu ada epidemi yang benar-benar mengganggu beberapa hal, kita semestinya masih bisa mendapatkan beberapa hal yang positif. Ibaratnya ada hujan yang deras, ada kesempatan untuk pelangi ada.

Ke-3, cari atau jaga kreasi. Sebetulnya ini benar-benar terkait dengan pandangan kita mengenai kehadiran masa digital. Bila kita bukan hanya memandang gawai bagus untuk media selingan, karena itu kita dapat membuat gawai yang kita punya untuk media berkreatifitas atau jaga keberadaan.

SHARE

Author: verified_user