Jumat, 19 Juni 2020

Mengapa Surat Kabar Sekarang Tipis-tipis?

SHARE



HARI ini saya nampaknya tiba begitu pagi sampai di kantor. Tidak ada pekerjaan penting. Juga rapat manajemen akan diawali jam 10.00, tetapi saya telah tiba di lobby gedung jam 06.30. "Selamat pagi, pak," sapa petugas ramah sambil menjulurkan tangannya mengecek suhu badan saya. 

Sebab ada demikian beberapa waktu, saya juga putuskan tidak langsung ke meja kerja , tapi pilih sekedar duduk di lobby sambil membaca-baca koran berlangganan kantor. Koran-koran itu barusan terkapar demikian saja di lantai karpet. Office boy kantor tentu belumlah ada yang tiba, pikirkan saya.

Tapi, belum saya mengawali membaca, mendadak saja saya jadi tertarik dengan halaman koran, yang menurut saya, benar-benar tipis itu! Kenapa tipis sekali!?

Saya selanjutnya menghitung-hitung berapakah jumlah halaman 4 (empat) koran berlangganan kantor itu, serta berikut hasilnya: Kompas = 16 halaman, Usaha Indonesia = 20 halaman. Media Indonesia = 16 halaman. Republika = 16 halaman.

"Tipis sekali," guman saya. Tapi, ahh, rupanya tidak diduga, koran-koran yang halamannya tipis itu malah justru jadi sentra inspirasi saya membuat artikel ini. Ya! Kenapa saya tidak menuliskan saja?

Dahulu, seputar tahun 1994 sampai tahun 1995, saya tetap meluangkan singgah ke kios penjual koran di samping rumah saya, sebelum pergi kerja, untuk beli media massa JawaPos serta Kompas (eceran). Untuk apa jika tidak memburu iklan lowongan pekerjaan! Saya menyenangi JawaPos serta Kompas sebab ke-2 koran itu berisi banyak lowongan pekerjaan. Ditambah lagi koran Kompas terbitan Sabtu yang sarat dengan iklan lowongan yang terpasang perusahaan-perusahaan besar kelas multinasional. Gairahku seringkali meletup-letup.

Bermain Taruhan Bola Secara Online Lebih Menguntungkan

Kucoba mengingat-ingat, di saat itu, jumlah halaman media massa JawaPos serta Kompas itu masih tebal. JawaPos, contohnya, diciptakan jadi 3 sisi: kabar nasional, metropolis, serta olah raga, serta semasing dari beberapa bagian itu diciptakan benar-benar tebal: 24 halaman. Karena itu, bila dikalikan 3 (bagian), jumlah halaman media massa JawaPos dahulu itu betul-betul benar-benar tebal! Anda yang berusia lebih dari pada 40 tahun pasti masih ingat dengan media massa Kompas serta JawaPos zaman dulu..

Tapi kenapa koran saat ini jumlah halamannya tipis-tipis? Apa koran-koran bikin saat ini berisi semakin sedikit ruangan untuk berisi kabar serta content editorialnya?

Saya sebetulnya tidak betul-betul pahami tepat semenjak kapan koran-koran berlangganan kantor itu mulai tipis halamannya, karena sejauh ini saya memang belum pernah memperhatikannya -- serta tentunya sebab saya belum pernah tiba menyusul office boy. Mereka lah yang ambil dan mengaturnya di ruangan rapat.

Saya awalannya menduga-duga, mungkin saya ialah sedikit dari banyak pembaca koran yang (kemungkinan) telah mendapatkan kesan-kesan jika, sebab koran saat ini semakin tipis serta lebih mudah karena itu ruangan kabar saat ini turut tipis atau bertambah lebih sedikit. Tapi bisa sangkaan saya itu salah. Jumlah halaman koran bisa tipis, tapi itu khususnya (bisa) karena disebabkan penyempitan space iklan sebab beberapa advertiser itu telah pergi. Jadi, di saat yang sama, apakah yang mereka ucap "ruangan kabar" - ruangan yang didistribusikan untuk berisi kabar, photo, serta content editorial lainnya- sebetulnya masih perbedaan berkurang sekitar ruangan iklannya.

Yaps, sangkaan saya yang paling akhir (khususnya karena disebabkan penyempitan space iklan) dapat jadi betul ada. Apakah yang saya pikir, yang sedang berlangsung ini hari, sama seperti yang saya catat di artikel "The Death of Mainstream Media" dapat jadi menceritakan situasi atau fakta itu.


SHARE

Author: verified_user